Gamat Teripang Jeli Jinakkan penyakit Serigala Liar
Laporan Khusus Majalah Trubus
Edisi: 441 – Agustus 2006/XXXVII, hlm. 122
Bayangan kematian menyergap benak Rachma Dwiyanti ketika dokter mendiagnosis lupus.
Perempuan 32 tahun itu gontai keluar dari ruang praktek. Tiba-tiba saja
ia takut menghadapi kehidupan. Maklum, sebulan silam nyawa adiknya
terenggut karena penyakit itu. Haruskah ia mengikuti jejak sang adik
menuju ke haribaan-Nya
Kengerian itu berawal pada sebuah siang nan terik. Ketika berlibur di
Yogyakarta, alumnus Universitas Diponegoro itu menyempatkan diri ke
Malioboro. Di pusat keramaian itu tiba-tiba mata kaki terasa amat nyeri,
seperti dipukul palu. Tak kuasa menahan nyeri, ia pun menjerit sehingga
puluhan pasang mata tertuju padanya.
Semula Rachma Dwiyanti mengira terkilir akibat kelelahan. Itu
diperkuat pernyataan ahli refleksi yang ditandangi beberapa saat setelah
peristiwa terjadi. Setelah dipijit satu jam, rasa nyeri lenyap. Namun,
seminggu berselang, ketika Rachma kembali ke Banjarmasin, rasa nyeri
kembali hinggap. Kali ini, rasa nyeri tak mempan diurut. Ia tak bisa
menggerakkan seluruh tubuhnya lantaran nyeri meluas. “Jika kambuh, jalan
menjadi susah,” kata Rachma. Wanita kelahiran 21 Januari 1974 itu
berbaring di tempat tidur lantaran tak berdaya melakukan aktivitas apa
pun.
Selain nyeri di seluruh sendi, di tangan kerap muncul benjolan. Jika
sudah begitu, ia demam dan tangan tak mampu digerakkan. Menjelang malam
penghujung Mei 2005, nyeri hebat ia rasakan, sehingga berjalan pun
terseok-seok. Suaminya, Muhammad Frisyal Pattisahusiwa yang baru pulang
dari bekerja terkejut. Frisyal baru menyadari penyakit istrinya bukan
sekedar pegal linu yang mudah disembuhkan obat warung. Ia langsung
melarikan Rachma ke rumah sakit yang berjarak 40 km dari rumahnya.
4 dari 11
Diagnosis dokter menunjukkan penyakit yang diderita Rachma bukan
sembarang rematik. Lantas ia dirujuk ke ahli rematologi di Rumah Sakit
Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta. Di sana ia menjalani serangkaian tes
imunologi dan serologi. Hasilnya, ANA (antinuclear AB) pada darah ibu 2
anak itu positif kuat. Nilai C3 hanya 72 mg/dl jauh di bawah kisaran
normal, 90-180 mg/dl. Artinya ia mengidap Sistemic Lupus Erythema (SLE)
yang lebih dikenal dengan sebutan lupus. ANA merupakan parameter lupus.
Jika positif berarti ada aktivitas antibodi penyebab lupus. Sedangkan
C3 dan C4, bagian kelompok protein globulin darah penghambat terjadinya
peradangan dan infeksi. Jika nilainya di bawah kisaran, berarti mudah
terjadi reaksi radang penyebab linu. Setelah 6 bulan bergelut dengan
nyeri sendi, Rachma sadar penyakitnya sama dengan penyebab kematian sang
adik. Sebelumnya ia sempat curiga, tetapi dari berbagai informasi yang
ditelusuri sangat jarang saudara sekandung mengidap lupus. Namun, ia
merasa beruntung penyakit ini terdeteksi lebih awal dibandingkan
adiknya.
Sekitar 12 tahun dokter memvonis Dina -begitu adiknya dipanggil-
hanya nyeri rematik. Saat Dina merasa kesakitan ketika disentuh, anggota
keluarga lain mengira ia bercanda. Lima bulan menjelang ajal barulah
ketahuan ia mengidap penyakit kelebihan imun.
Kelebihan imun akibat tubuh memberi reaksi berlebih terhadap
rangsangan benda asing. Kemudian tubuh memproduksi terlalu banyak
antibodi atau semacam protein yang malah ditunjukan untuk melawan
jaringan tubuh sendiri. Sebab antibodi yang diproduksi berupa
antinuclear AB (ANA) dan Anti double stranded DNA (Anti ds DNA) yang
justru merusak tubuh.
“Gejalanya biasa-biasa saja, sehingga banyak dokter yang tidak
mengetahui itu adalah gejala lupus. Banyak penderita lupus yang
meninggal karena tidak terdeteksi secara benar”, ujar dr. Toga Iwanoff
Kasjmir SpPD-KR, ahli rematologi RSCM. Gejala penyakit ini hanya berupa
demam, nyeri sendi, lemah atau lesu, dan rendahnya trombosit.
Agar tidak terjadi kesalahan diagnosis, ahli-ahli medis menggunakan
daftar 11 kriteria ARA (American Rheumatism Association) untuk
mendiagnosis lupus. Di antaranya ruam diskoid atau bercak putih di
wajah, ruam malar kupu-kupu, radang selaput paru-paru atau jantung, dan kelainan ginjal– protein dalam air kencing melebihi 500 mg/24 jam.
Indikasi lain, radang sendi non-erosif pada 2 sendi atau lebih,
kelainan darah seperti anemia, leukopenia, trombositopenia,
fotosensitivitas (sensitif terhadap sinar matahari), dan kelainan sistem
saraf kejang atau kelainan jiwa.
Sariawan di rongga mulut dan tenggorokan, kelaian immunologi (anti ds
DNA positif, anti antibodi positif atau sel LE positif), anti-antibodi
positif atau sel LE positif), dan kadar antibodi -antinuklir (ANA)
abnormal) juga menjadi pertanda serangan lupus. Jika terdapat 4 gejala
dari 11 parameter di atas, maka seseorang didiagnosis mengidap lupus.
“Sayangnya, gejala itu muncul dalam waktu panjang”, kata dokter
alumnus Universitas Indonesia itu. dari satu gejala ke gejala lain kerap
berselang satu tahun.
Wajah Rembulan
Untuk mengatasi lupus, Rachma menenggak obat-obat mengandung steroid
dan metrotreksit untuk kanker. Obat itu dikonsumsi agar serangan lupus
tidak meluas ke organ tubuh lain. Namun, mengasup bahan kimia itu justru
menambah penderitaan.
“Tiga gigi saya patah dalam satu tahun”, kata Rachma. Steroid memang
bahan kimia pengeropos kalsium tulang dan gigi. selain itu, wajahnya
membulat -dikenal dengan istilah moonface (wajah rembulan)-, kulit
kering, rambut rontok, tulang punggung linu setiap saat, asam urat
meningkat, dan lambung perih. Walau begitu, Rachma tetap
mengkonsumsinya. Sebab, obat-obatan lupus memang hanya steroid.
Awal Maret 2006, Rachma membaca artikel Trubus tentang gold-g tripang
jeli gamat(sea cucumber) mengendalikan lupus sendi. Lantaran ingin
mempercepat kesembuhan, Rachma langsung mencobanya. Setelah seminggu
mengkonsumsi, penderitaannya berkurang. Linu hilang, rambut menjadi
tebal, kulit kembali kenyal dan halus. Sebelumnya, efek steroid membuat
kulit Rachma kusam dan kering.
Kabar gembier itu juga dibuktikan melalui tes laboratorium setelah
satu bulan konsumsi gamat (tripang). Hasilnya, niai ANA negatif, C3
sebagai aktivitas protein antibodi berkisar normal dengan angka 98
mg/dl, C4 meningkat ke angka 20 mg/dl, dan Laju Endap Darah 19 mm/jam.
Ginjalnya diperiksa untuk mengetahui efek samping konsumsi gamat emas.
Nilai uretum 15 mg/dl, tetap pada ambang batas 13-43 mg/dl dan kreatinin
0,6 mg/dl, pada kisaran normal 0,5-0,9 mg/dl.
“Dokter bilang, lupus saya lebih terkendali,” kata Rachma. Kesehatan
itu dapat bertahan asal ia menghindari matahari langsung pada pukul
10.00-15.00, istirahat cukup dan mengasup makanan bergizi.
Menurut Howard Benedikt, MS, DC ahli nutrisi dari Long Island
University, Amerika Serikat, menyebutkan vitamin E, omega-3 EPA, dan
kelompok antioksidan gamat atau sea cucumber berpengaruh dalam
pembuangan sitokinin. Hasil temuan Dr. Mittchell Kurk direktur medis
Biomedical Revitalization Center of Laurence, New York, menunjukkan
gamat meningkatkan kesehatan fisik bagi 70% pengidap radang atau linu
sendi, tanpa efek samping. Sebab teripang jeli gamat
memiliki komponen kondroprotektif yang memperbaiki tulang muda dengan
merangsang metabolisme anaboliskondrosit serta menghambat reaksi
katabolisme saat peradangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar